Selasa, 10 Mei 2022

MENYESAL


Oleh Istantini

(Mainstream Reflektif)

Aku malu menampakkan wajahku
Wajah kelam berlumur dosa karena perilakuku
Kian tajam menghitam karena sikap dan ujaranku

Aku tak pantas menikmati sinar pagi berkilauan
Mata telah banyak memandang penyimpangan
Aku tak layak mendengar merdu alam berseruan
Telinga telah menjaring suara hina berserakan

Bagaimana aku bisa berhadapan dengan mereka
Orang tuaku yang selalu tulus, sayang, dan peka
Mencurahkan segenap daya meski meneguk duka
Mencucurkan keringat di sekujur raga dan muka
Namun aku begitu tega menambatkan luka

Aku pantas menerima getir gegara penuh lalai
Terbuang dari pandangan wajah-wajah menyeringai
Teracuhkan dari para sahabat yang tak menghargai
Rasa simpati seperti tertutup warna hitam tirai
Badanku lunglai dengan langkah gontai
Menyedihkan karena keburukan yang berantai


Aku ingin pulang dalam peluk hangat
Kembali membersihkan diri dengan taat
Bertobat menanggalkan sikap dan tindak sesat
Melepaskan bercak-bercak dosa yang menyengat
Bersujud memohon ampunan kepadaNya agar tak dilaknat

Aku benar-benar menyesal tak terbatas
Tak sekedar kekata atau berubah secepat patas
Niatku kuat dengan semangat rawe-rawe rantas
Restu alam membentengi hasrat hingga tuntas

Tak ada kata terlambat untuk kembali baik
Bertanggung jawab pada diri dan keluarga harus memekik
Berguna bagi khalayak pun harus meningkat naik

Bondowoso, 26 April 2022

Senin, 09 Mei 2022

Bingkisan Kecil


Oleh Istantini


Mataku tak berkedip
Seiring girangku membesar di hati
Begitu kuterima bingkisan kecil
Dari sosok sahabat yang sangat manis

Kau katakan ketika itu
Bahwa kau senang berteman denganku
Kau juga katakan maaf dengan tulus
Bahwa kau lebih banyak menerima kebaikanku
Namun tak pernah perhatian kepadaku

Kau ucapkan terima kasih berulang kali
Kau katakan bagaimana menahan rindu jika kau pergi
Kau juga berpesan bahwa ku harus menjaga kesehatanku

Nyaris ku tak bisa menyela
Kau menyita semua waktu
Tuk ungkapkan isi hati kepadaku

Bahagiaku ternyata hanya beberapa waktu
Teraniaya pecut nestapa yang mengayun
Mencabik-cabik permukaan kalbu
Tak terbendung tangisan sedihku
Tersebab takdir kematian telah merenggutmu

Bingkisan kecil
Ungkapan hati dan pesan penting
Adalah cindera mata dan kata-kata terakhir
Dan hari itu menjadi perjumpaan terakhir
Dan batas akhir takdirmu


Bondowoso, 9 Mei 2022

Kamis, 05 Mei 2022

Redup


Sumbet foto dari WA grup

Redup

Oleh Istantini


Mendung menutupi binar mentari
Sinar yang biasa berpendar-pendar
Dalam edar kuning keemasan
Memancarkan kilaunya seantero negeri

Kini menjauhkan bias pelangi
Dalam lapis warna yang tak legit lagi
Tampil dalam rona lesu
Redup membingkai elok semestaku

Burung-burung yang biasanya bernyanyi
Merdu kicaunya bisa mengalihkan rindu
Sambil sesekali melayang terbang
Dan sesekali hinggap di dahan
Kini seperti bersembunyi

Bunga-bunga di taman yang biasanya bermekaran
Harum wanginya menerapi
Menyembuhkan kekakuan hati dan sendi
Menularkan wajah berseri-seri
Kini pamornya seakan telah terkuliti

Gambaran wajah hati yang murung
Nuansa ruang hati yang pilu
Disempurnakan dengan irama melankolis mengalun
Serta syair yang mengharu biru
Dan geliat alampun seakan bersimpati redup

Bondowoso, 6 Mei 2022

Rabu, 04 Mei 2022

Sumpah Serapah


Oleh Istantini


Pernah sumpah serapah kau liarkan
Kau dengungkan lewat angin malam
Bahkan rembulan yang menyaksikan
Tak percaya naik pitam yang kau hempaskan

Aku menahan tercabik-cabiknya rasa
Bertaut heran bukan kepalang
Ku hanya berdiri terpaku
Dengan telisik tanya mengemuka
Ada apa gerangan

Pernah sumpah serapah kau liarkan
Kau gaungkan dengan hempasan telak
Bahkan orchestra malam
Dari serak dedaunan yang tertiup angin kencang
Dan cebung-cebung katak
Berangsur samar dan sirna

Aku menatap permukaan wajah memerah
Pandangan mata yang menukik tajam
Ku hanya bisa tertegun diam
Sebab jeda tuk membela diri pun tiada

Pernah sumpah serapah kau liarkan
Bagai kutipan suara setan
Ku hanya harus diam dengan senyuman
Seketika tak perlu tanggapi kesalahpahaman
Berakar dari sudut pandang yang tak sama
Aku hanya bisa diam dengan desah panjang

Bondowoso, 4 Mei 2022

Rabu, 27 April 2022

MEMOHON PERLINDUNGAN


Oleh Istantini

(Mainstream Reflektif)

Terpaksa aku bertindak dengan keputusan tanpa pemberitahuan
Bukan ingin keluar dari rel komitmen kesepakatan
Sinyal tempat yang tak tersedia di pangkuan

Selaksa resah menjajah hatiku
Menguliti seluruh permukaan kejujuranku
Meski tiada tujuan buruk terlintas di pikiranku
Merpati tak jua melintas tuk mengabarkan keberadaanku

Berulang kali aku menombol angka-angka
Sesering itu kekhawahtiran menuai buruk sangka
Kepanikan memacu cepat detak jantung tak kusangka -sangka
Bias-bias kebingungan mengerucut bak jarum jangka
Kecemasan berbaur dalam detik angka-angka

Engkau pun merasakan pedihnya galau
Terkungkung dalam gulitanya penjara risau
Mengelamkan cahaya dari air muka yang kemilau
Klimaks himpitan rasa bak terjerembak dalam ranjau
Gelombang longitudinal pikiranku pun tak bisa menjangkau
Berusaha menghempaskan titik nadir terburuk yang merancau

Betapa hati ini begitu rapuh dan labil
Makhluk yang lemah, tak berdaya, dan kerdil
Selalu memohon perlindungan dari Sang Maha adil
Agar mampu menyematkan semangat di hati kecil
Dan menumbuhkannya meski hanya secuil

Hati tiada tenang bila hanya diam menyerah
Mengepalkan tangan dan menderapkan langkah
Beranjak berusaha keluar dari keterhimpitan zona merah
Menyusuri tempat mengirimkan kabar meski bersusah-payah

Jangan berhenti berdoa dan memohon asih
Melantunkan Al Qur'an dengan hati ikhlas dan jernih
Disiplin berdzikir mengetuk langit Sang Maha Pengasih


Bondowoso, 25 April 2022

Lidah Tak Bertulang


Oleh Istantini


Rasa benci kepada diri sendiri membuncah
Ujaran meluncur deras ke semua penjuru arah
Ingin sekedar bercanda dan tiada bersumpah serapah

Kenyataan telah hadir menyayatkan luka
Tak pelak menambatkan perih berbalut duka
Meredupkan cahaya aura bak singgah suatu petaka
Bahkan angin kering menambahkan cerca tak disangka-sangka

Wajahnya memalingkan muka kepadaku dengan sadar
Gambaran luapan sakit hati yang dalam mengakar
Manifestasi dinding hati yang sarat luka nanar
Nampak meski tirai ketegaran menghampar
Juga ditopang pundak-pundak yang kekar

Pandangan matanya memerah menukik tajam
Gencar amarah terbias dalam rautnya merah legam
Kedua matanya memancarkan cahaya sinis dan kejam
Ketersingungan hebat akan ujaran mengerak terpendam
Seakan rona kebencian ingin ditumpahkannya bersama dendam
Kepada jiwaku, ragaku tersasar gemuruh kebencian menghunjam

Aku terdiam dengan pikiran menerawang
Sesekali aku mendesah dengan nafas panjang
Menikmati semilir angin berhembus kala senja menjelang
Dan berintrospeksi diri mengurai ujaran yang tertuang
Tuk menguapkan jerit hati yang terngiang-ngiang


Pagi ini sembari tersenyum aku menyapanya
Berusaha meruntuhkan kerak-kerak ketersingungan hatinya
Mengemas cara memohon maaf dengan tulus kepadanya
Agar nafasku tak berserak karena perangai wajahnya

Berhati-hatilah bertutur kata dan berupaya penuh pemahaman
Atau memilih diam daripada mengukir dosa menyesatkan
Lidah tak bertulang namun dampaknya sepanjang jalan


Bondowoso, 24 April 2022

Senin, 25 April 2022

Terhipnotis


Oleh Istantini


Kuakui kuterhipnotis
Mantranya meliuk-liuk di seputar kepala
Menyeretku bak patung
Tak berhati
Tak berjiwa
Tak berdaya

Tak ada keinginan
Bahkan asa seperti kemustahilan
Beraksi sebatas tombol remote control
Dalam genggaman sang durja

Ibarat hidup segan mati tak mau
Terpuruk ke dalam lingkaran lesu
Terperangkap dalam lorong pengap
Semangat lenyap
Menyisakan pandangan hampa

Adalah trauma sangat mencekik
Nafas tersengal-sengal hebat
Tangan-tangan menggelepar
Pertanda menggugah iba
Pertanda ingin memberontak
Akan tirai dan tirani

Entah
Kapan jiwa ini akan kembali bersemayam normal
Ku hanya bisa bertanya
Dan berharap keajaiban


Bondowoso, 25 April 2022

Entri yang Diunggulkan

SEMANGAT JUANG

 Oleh: Istantini Mainstream Analitis Totalitas berjuang demi kemenangan tergenggam Mengukir tinta emas menjadi sejarah terekam Mengharu...