Oleh Istantini
Rasa benci kepada diri sendiri membuncah
Ujaran meluncur deras ke semua penjuru arah
Ingin sekedar bercanda dan tiada bersumpah serapah
Kenyataan telah hadir menyayatkan luka
Tak pelak menambatkan perih berbalut duka
Meredupkan cahaya aura bak singgah suatu petaka
Bahkan angin kering menambahkan cerca tak disangka-sangka
Wajahnya memalingkan muka kepadaku dengan sadar
Gambaran luapan sakit hati yang dalam mengakar
Manifestasi dinding hati yang sarat luka nanar
Nampak meski tirai ketegaran menghampar
Juga ditopang pundak-pundak yang kekar
Pandangan matanya memerah menukik tajam
Gencar amarah terbias dalam rautnya merah legam
Kedua matanya memancarkan cahaya sinis dan kejam
Ketersingungan hebat akan ujaran mengerak terpendam
Seakan rona kebencian ingin ditumpahkannya bersama dendam
Kepada jiwaku, ragaku tersasar gemuruh kebencian menghunjam
Aku terdiam dengan pikiran menerawang
Sesekali aku mendesah dengan nafas panjang
Menikmati semilir angin berhembus kala senja menjelang
Dan berintrospeksi diri mengurai ujaran yang tertuang
Tuk menguapkan jerit hati yang terngiang-ngiang
Pagi ini sembari tersenyum aku menyapanya
Berusaha meruntuhkan kerak-kerak ketersingungan hatinya
Mengemas cara memohon maaf dengan tulus kepadanya
Agar nafasku tak berserak karena perangai wajahnya
Berhati-hatilah bertutur kata dan berupaya penuh pemahaman
Atau memilih diam daripada mengukir dosa menyesatkan
Lidah tak bertulang namun dampaknya sepanjang jalan
Bondowoso, 24 April 2022
Tidak ada komentar:
Write Comments